PEREMPUAN-PEREMPUAN DALAM NOVEL
DARI “SITI NURBAYA” HINGGA “SAMAN”
Teks sastra pada dasarnya bukan hanya sekedar berfungsi sebagai pelipur lara saja, tetapi juga hadir sebagai kisah sekaligus berita pikiran. Teks sastra merefleksikan berbagai faktor sosial, hubungan kekeluargaan, pertentangan kelas, serta berbagai struktur sosial dan sistem budaya yang ada di masyarakat.
Sosok perempuan
Dalam novel-novel
Kalau ditelaah lebih lanjut meskipun novel-novel tersebut secara kronologis merupakan teks sastra yang lahir dalam periode-periode yang berbeda sebenarnya penyosokan perempuan dalam novel-novel tersebut terikat dengan masalah-masalah mendasar yang relatif sama, yakni: (1) perbenturan modern dan tradisional, (2) masalah ‘Barat’ dan ‘Timur’, (3) ketegangan antara feminitas dengan maskulinitas, dan (4) ketegangan dan ketergantungan dalam upaya memperoleh otonomi.
Selain keempat persoalan tersebut, novel-novel
Sedangkan perempuan golongan menengah selain berasal dari kalangan bangsawan, juga perempuan yang mengenyam pendidikan dan secara ekonomis tidak kekurangan (mapan), meskipun juga tidak berlebihan. Dapatlah disebut sebagai contoh : tokoh Siti Nurbaya, tokoh Sukartini dalam Belenggu, dan Tuti dalam Layar Terkembang.
Adapun perempuan dari golongan atas banyak digambarkan dalam novel-novel dekade 1980-an hingga 1990-an. Tokoh-tokoh perempuan ini disosokkan sebagai tokoh yang kaya raya, punya kedudukan terhormat, serta mempunyai ambisi dan semangat intelektual. Contoh dari perempuan golongan ini adalah tokoh Iien dalam Durga Umayi, Larasati dan Netty dalam Burung-burung Manyar dan Burung-burung Rantau, tokoh-tokoh Sakuntala, Yasmin, Laila, dan Cok dalam Saman.
Dalam novel-novel yang mengisahkan perempuan golongan bawah, selalu tercermin sosok perempuan yang selalu kalah atau “rela” untuk kalah. Tidak tergambarkan sebuah perlawanan yang didasari dengan pandangan atau konsep intelektual dan semata-mata terfokus pada masalah perut / ekonomis. Sedangkan novel-novel yang mengisahkan perempuan golongan menengah dan atas lebih transparan merekam secara utuh masalah-masalah berkembangnya nilai-nilai baru, konsep-konsep baru, akibat pengaruh kapitalisme yang melahirkan formasi sosial yang baru yang cenderung rasional dan individu serta dampaknya bagi kaum perempuan.
Sejak awal kemunculannya, sosok perempuan dalam novel
Pada perkembangan selanjutnya, novel-novel
Ambil contoh novel Saman yang lahir paling kemudian (1998), yang mengungkapkan fenomena terjadinya “revolusi seksual” di kota-kota besar. Terjadinya sebuah pergeseran nilai-nilai dimana perempuan merasa menemukan simbol-simbol kemandirian melalui kebebasan seks. Mereka itu justru perempuan-perempuan golongan atas. Novel ini dengan gamblang memberikan potret buram generasi produk Orde Baru yang merupakan korban kebudayaan modernisme, pembangunanisme, dan kapilatisme yang serba permisif.
Digambarkan, bagaimana perempuan generasi baru seperti tokoh Cok dengan entengnya membawa-bawa kondom dalam tas sekolahnya dan asyik berganti-ganti pasangan. Kemudian ada tokoh Sakuntala yang dengan kesadaran penuh mendekap kebudayaan Barat yang serba permisif, yang disimbolkan sebagai makhluk dan kebudayaan raksasa, yang bahkan dengan penuh kesadaran merusak perawannya dengan ujung-ujung jarinya sendiri sebagai tanda pemberontakan terhadap tatanan etika dan moralitas sosial yang dianggap membelenggunya.
Sosok-sosok perempuan yang ditampilkan dalam Saman pada dasarnya menggambarkan betapa kaum perempuan menjadi korban carut-marutnya kebudayaan Orde Baru yang larut dalam kapitalisme dan materialisme. Perempuan-perempuan dalam novel tersebu adalah perempuan yang pada satu sisi mempunyai ruang publik yang lebih besar dibandingkan ruang domestiknya, tetapi disisi lain perempuan-perempuan itu tetap merupakan tumbal kebudayaan yang mengalami depresi dalam menerjemahkan makna pemberontakan, kebebasan, dan kemandirian.
Mereka tetaplah Siti Nurbaya-Siti Nurbaya modern, yang menghadapi Datuk Maringgih baru yang lebih kejam dan lebih canggih, yaitu kapitalisme serba permisif dengan bentuk lebih gemerlap, lebih cerdas, lebih bebas, dan lebih culas.
0 komentar:
Posting Komentar